Kopdar Bersama Winda Bungahahihuheho dan Halipiani

Hi. Kurang lebih seminggu yang lalu, saya melakukan kopdar lagi lho. Kopdar yang ke-5 bersama Semut Hitam. Dan seperti biasanya, saya selalu menjadi yang paling belakang menuliskannya di blog hmm. Kondisi biasa saja nulis tulisan kopdar basi, gimana dalam kondisi dihantui skrips* gini -_-. Yah, karena ini tentang kopdar, ini jadi wajib untuk dituliskan.

Kopdar terakhir ini amat berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya. Di mana letak berbedanya? Jawabannya adalah di (1) ini adalah kopdar pertama yang terlaksana karena adanya grup Obrolin. Karena bloger yang ikutan kopdar ini murni saya kenal dari grup itu. Tidak dari readers atau kolom komentar seperti sebelum-sebelumnya. Jadi, terima kasih untuk Obrolin telah memberikan kami jalan! (hmm.. mudah dimisinterpretasikan ya).

Lalu, (2) kopdar ini adalah yang pertama kalinya dilaksanakan dengan bloger yang juga tinggal di Jakarta. Yah, sedih aja sih kalau punya niat ketemu bloger ini dan itu tapi yang dekat malah tidak dijamah. Karena tinggal berdekatan, saya yakin kami bisa saling berbagi tentang macet, tentang polusi, tentang transjakarta, tentang KRL, dan tentang semuanya yang kalau disebutkan terbayang dengan kata “Jakarta”. Di samping itu, saya sendiri cukup excited akan mendapatkan teman di Jakarta, di luar teman area kampus-warteg.

(3) kopdar ini yang pertama kalinya dilakukan dengan 2 bloger sekaligus. Harusnya lebih dari dua malahan -_-. Jujur awalnya agak bingung mau ngapain aja bertiga ngumpul. Mau main catur orangnya kelebihan. Mau main bulutangkis ganda campuran orangnya kekurangan. Hmm.. gimana ya. Sepertinya apapun nggak enak dilakuin kalau ada orang ketiga (eh?). Namun, semua kebingungan saya tentang agenda kopdar menghilang ketika saya bertemu dengan mereka. Ah, saya lupa ini kopdar! Ngelakuin apa aja rasanya pas (dengan asumsi canggung udah ilang, malu sudah dibuang, kompak sampai pulang)

Jadi siapa kedua orang beruntung itu yang berkesempatan kopdar bareng saya (hoek)? Beri sambutan meriah pada Winda dan Halipiani! Yay! (Prok prok prok)

Winda dan Halipiani adalah perempuan. Suatu fakta yang sebenarnya sudah bisa diketahui dari namanya namun entah kenapa tetap saya ceritakan. Kurang lebih mereka seumuran lah dengan saya. Beda hitungan bulan saja. Baiknya saya beri deskripsi sedikit tentang mereka.

Winda, di luar dugaan saya, bukan berasal dari Jakarta. Ia berasal dari Pringsewu. Awalnya ia sama seperti saya, putra-putri yang meninggalkan kampung halaman demi menuntut ilmu. Namun ia lebih dulu melepas status mahasiswinya. Di antara kami bertiga, ia yang sepertinya paling siap datang ke kopdar ini. Sampai ke tempat janjian pertama kali, bawa ransel gede banget yang isinya cemil-cemilan, pulpen, powerbank hingga tongsis, serta yang energinya paling berapi-api. Ah entahlah. Sekarang pun saya masih ingat ransel gedenya yang bagaikan kantong ajaib Dorami. Kayaknya semua jenis barang keperluan bisa ditemukan dalam ranselnya itu. Pas laper, Winda mengeluarkan cemilan (ada yang gurih, manis, lengkap dengan minumnya). Pas cerita hape lagi lowbatt, powerbank tiba-tiba keluar dari ranselnya. Sebanyak apa barang yang ia bawa sampai sekarang masih menjadi misteri

Sedangkan Halipiani beda lagi. Sejak pertama kali melihat, saya sudah menebak kalau dia orang Sunda. Dan ternyata benar. Kalem-kalem gimana gitu. Suaranyapun halus dengan cengkok-cengkok Sundaistik. Halipiani biasa dipanggil Ani. Suatu panggilan yang saat saya memanggilnya, saya merasa menjadi Rhoma. Saya dan Ani sama-sama mahasiswa semester akhir dan kini tengah berjuang melewati kilometer terpanjang bernama skripsi. Namun berbeda dengan saya, Ani kuliah sambil bekerja. Sedangkan saya kuliah sambil ngelus dada. Belakangan saya tahu apa yang dilakukan Ani sungguh mengagumkan. Menyeimbangkan antara kuliah-kerja itu luar biasa dan mengetahui ada orang-orang seperti Ani membuat saya belajar. Oh ya, Ani juga sangat puitis lho. Coba mampir ke blognya kalau nggak percaya. Ada sajak-sajak serta tulisan lainnya yang mampu membangkitkan jiwa sastra bagi yang membaca

IMG_9903
Biru. Dongker. Oke!

Nah. Begitulah. Sebelumnya saya mengatakan kalau saya selalu belakangan mendokumentasikan kopdar ini ke blog. Itu benar. Winda sudah menuliskannya duluan. Bagi yang kepo bisa baca tulisan kopdar versi Winda. Yah untuk versi saya, mungkin akan melengkapi tulisan itu sekaligus menceritakan perspektif dari saya. Hmm.. dimulai dari mana ya

Barangkali ada yang sudah tau panggung tempat bertemu kami di mana. Yap. Kota Tua. Sempat saya ingin kopdaran di Kebun Binatang Ragunan saja supaya bisa dijilat jerapah. Namun setelah dipikir ulang, tak ada tempat lain di Jakarta yang lebih cocok dijadikan tempat kopdar untuk pertama kali selain Kota Tua. Suasananya, fasilitasnya, keramaiannya, semua rasanya pas. Perlu penyesuaian saja sedikit dengan udaranya yang cukup panas dan silau. Orang yang sipit pasti kesulitan melihat di tengah cuaca cerah Kota Tua. Saya sudah beberapa kali bercerita tentang Kota Tua. Jadi saya pikir cukuplah deskripsinya tentang tempat itu.

Bagaimana kami bertiga bepergian ke tempat ketemuan cukup unik. Kami menggunakan sarana transportasi yang berbeda. Winda sebagai yang paling semangat naik KRL, Ani yang lebih kalem naik ojek online, sedangkan saya yang entah bagaimana untuk dideskripsikan naik transjakarta. Tentu saja akhirnya Winda yang sampai pertama, lalu saya, dan Ani. Ani sendiri sebelumnya sudah minta izin datang belakangan

Sebelum kedatangan Ani, saya jadi sedikit banyak tahu tentang Winda. Ia ternyata mantan mahasiswa statistika. Haha (tertawa pasrah). Ini pertama kalinya saya bertemu dengan mahasiswa statistika di luar kampus saya. Tak menyangka orang-orang seperti Winda benar-benar ada, yang memilih menempuh jalan terjal bernama statistika dalam keadaan sadar. Pembicaraan kami pun menjadi sedikit memuakkan dan abnormal untuk pembicaraan di tengah kopdar. Saya tak percaya kami membicarakan cross tab, OLS, fitur SPSS, rancob, bahkan Partial Least Square yang tak saya pelajari di kampus. Mengerikan juga sebenarnya. Untung saja Ani datang di saat yang tepat

Kami pun beranjak mengelilingi Kota Tua. Padahal baru bertemu beberapa menit, Ani dan Winda sudah jalan bagaikan best friend forever. Sangat akrab, sangat rapat. Rasanya nggak percaya kalau mereka belum pernah kenal sebelumnya. Entah bagaimana mereka bisa sedekat itu -_-. Sementara saya yang paling gagah berjalan menyendiri di belakang. Ah bukannya sedih sih. Saya fokus mencari Oppa-Ahjussi Korea yang tadinya mondar-mandir tapi mendadak hilang. Mereka ada yang ganteng soalnya

Hari berlangsungnya kopdar kami ternyata bersamaan dengan berjalannya event ASEAN Literary Festival (itu namanya win -,-) Terdapat banyak tenda-tenda kecil yang menjajakan buku dan karya literasi lainnya, lengkap dihiasi dengan bendera-bendera negara ASEAN. Sayangnya, beberapa tenda tak ada orangnya dan tenda yang ada orangnya hanya berisi orang ASEAN asal Indonesia. Agak kecewa sebenarnya. Saya ingin melihat perempuan Vietnam yang memakai Ao Dai hmm. Kekecewaan itu sedikit terobati dengan adanya papan besar tempat orang-orang menulis pesan, kesan, dan harapannya untuk literasi Indonesia. Banyak yang nulis nyeleneh sih, semisal gombal-gombal murahan ciptaan para jomblo atau pasangan-pasangan alay yang menuliskan tanggal anniversary mereka. Untungnya tidak begitu dengan Ani dan Winda.

DSCF6657.JPG
Ayo dukung anak Indonesia gemar menulis! Ayo dorong anak-anak sekitar Anda untuk memulai blogging!

Museum Fatahillah

IMG_9883
Itu di bagian atas ada tulisan GOUVERNEURSKANTOOR

Setelah itu kami memasuki museum-museum di sekitaran Kota Tua. Yang pertama Museum Fatahillah. Meski sudah berkali-kali ke Kota Tua, belum pernah sekalipun saya memasuki museum di sana. Padahal museum yang ada di sana cukup bagus. Selama ini saya selalu membayangkan bangunan paling besar di Kota Tua yang memiliki tulisan “GOUVERNEURSKANTOOR” di atasnya itu seperti apa. Dan ternyata dalamnya sangat antik. Tidak terlalu luas seperti yang terlihat dari luar, namun furnitur-furnitur dari zaman Belanda masih ada dan terawat. Museum itu semakin menarik dengan disertainya diorama-diorama sejarah. Kami pun secara perlahan menelusuri bilik demi bilik gedung tua itu. Ah, bukan kami. Mungkin lebih tepatnya Ani-Winda dan saya. Mereka yang sudah terlalu akrab dengan cepat menjelajahi ruangan sambil ngobrol, sedangkan saya yang ditinggalkan sibuk meraba semua furnitur dan patung yang memiliki tulisan “JANGAN DIPEGANG”-nya

IMG_9866
Pemandangan dari lantai 2 Museum Fatahillah. Cukup tinggi. Seneng bisa meneropong laki-laki dan PEREMPUAN dari atas sini
DSCF6677
Diorama saat Belanda ingin mengambil alih Benteng Jayakarta. Suka betul melihat ini. Kecil-kecil menggemaskan, namun proporsial seakan asli. Mungkin di waktu malam mereka hidup
IMG_9856
Setiap benda yang ada tulisan “JANGAN DIPEGANG”, pasti saya pegang. Tak ada yang terlewat

Terakhir kami ke bagian belakang dari gedung museum. Ternyata bagian bawah gedung museum ini terdapat bekas penjara. Ruangannya gelap dan sempit. Sama sekali berbeda dengan penjara masa kini. Daripada penjara, tak salah bila menyebut ruangan ini sebuah gua karena memang seperti itu. Tidak ada apa-apa di dalamnya kecuali lantai semen dan pemberat kaki. Saya cukup yakin siapapun yang dipenjarakan di sini dulu pasti tidaklah betah. Beda dengan penjara sekarang mungkin ya. Kalau penjara zaman sekarang ada yang dibuat semewah mungkin hmm

IMG_9872
Pintunya kecil. Kalau mau masuk mesti nunduk. Dalamnya gelap dan tidak berbau
IMG_9873
Pemberat kaki. Saya kira benda macam ini cuma fiktif. Ternyata benar-benar dirantai ke kaki tahanan agar mereka tidak bisa kabur

Museum Wayang

IMG_9889
Arjuna? Entahlah

Selanjutnya museum wayang. Wayang di sini ada banyak (ya iyalah…) Museum ini juga belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Sejujurnya saya cukup senang karena ternyata saya tak hanya mendapati wayang di dalamnya, namun juga wayang/boneka-boneka lain yang berasal dari luar negeri. Ada sedikit hal yang sedikit mengganggu. Suasana di dalamnya tidak semeriah yang saya kira. Ruangannya remang-remang dan agak mencekam. Mungkin memang itu atmosfer yang ingin ditonjolkan dari museum wayang ini. Saya jadi penasaran, apa pencipta film horror yang ada setan bonekanya mendapatkan ide mereka setelah pulang dari museum seperti ini ya?

IMG_9891
Boneka tradisional asal Amerika. Ah yang ini…
IMG_9888
Asli Nias kalau nggak salah. Dimainkan layaknya ondel-ondel
IMG_9894
Boneka tradisional dari Cina. Tatap dalam-dalam mata boneka putih yang tersenyum…

Shirokuma, Grand Indonesia

Memalukan sebenarnya, tetapi saya pun belum pernah datang ke Mal Grand Indonesia ini. Gede banget ini mal. Saking gedenya, mesti dibagi menjadi dua mal terpisah, west mall dan east mall. Perjalanan menuju Grand Indonesia kami tempuh dengan metode yang berbeda lagi. Sama-sama ojek online, namun dengan nama berbeda. Winda dengan Gojek, Ani dengan Uber, dan saya Grab. Wii. Kami sendiri memilih sengaja naik ojek setelah memprediksi kemacetan parah yang harus dijalani antara Kota Tua dan Thamrin. Dan ternyata benar-benar macet. Saya sendiri sampai ketiduran di atas grabjek setelah lelah melihat macet

Mengapa kami jauh-jauh ke Grand Indonesia? Pertama karena kami lapar. Kedua karena kami ingin mencari tempat nongkrong. Ketiga karena kami bingung. Tak ada pilihan lain lagi.

Begitu sampai, tempat yang kami tuju pertama kali adalah tempat makan bernama Shirokuma. Satu tempat yang bahkan namanya belum pernah saya dengar. Shirokuma ternyata semacam café yang terkenal karena hidangan ice cream dan hidangan serba teh hijau. Saya pikir, “wah saya suka teh hijau!” Beberapa belas menit kemudian, setelah minuman teh hijau yang dipesan sampai, saya merubah pandangan saya terhadap teh hijau. Dengan polosnya saya berpikir bahwa teh hijau itu manis -_-

DSCF6714.JPG
Hmm.. es krim lezato. Kalau diperhatikan baik-baik hampir setiap menu dikasih rasa-rasa matcha-nya

Bersama teh hijau yang saya pesan tadi, saya juga memesan makanan ramen bakmie mewah super pedas level 3. Yah, sebagaimana makanan pedas berlevel lainnya, level kepedasan tertinggi biasanya tidak dapat dimakan manusia. Saya pernah dengar ada orang yang kesurupan gara-gara makan makanan yang terlalu pedas dan itu bukti bahwa hanya setan yang dapat makan makanan yang terlalu pedas. Berhubung saya bukan setan, saya mengambil jalan tengah dengan memilih level tengah pula, level 3. Dan ternyata level 3 saja hampir membuat saya berubah jadi setan. Beruntung panas itu mereda seiring berjalannya waktu dan obrolan kami. Saya pikir karena itulah mereka menyajikan makanan sepedas setan, supaya ada tandingan untuk es krim manis dan dingin mereka. Ah, tentu saja kami memesan es krim mereka pada akhirnya ~

DSCF6719
Yang kiri pedas, yang kanan pahit. Kombinasi yang pas sekali -_-.Winda juga memesan menu yang sama. Tetapi karena dia cemen, mie yang dipesen cuma level 1 (huuuu….) Ani sendiri memesan menu nasi-nasian with nugget and butter sauce (ngarang namanya)
DSCF6720
Ini es krim kami. Saya memesan es krim matcha polosan alias matcha proletar. Mereka berdua memesan es krim yang sama. Lupa namanya, tapi yang jelas punya 3 rasa lebih banyak dibandingkan punya saya. Hanya beda 5000 dan es krim saya menjadi kasta yang terendah. Oh ya mereka juga memesan dalam bentuk cone, sedangkan saya gelas. Katanya kalau nggak dalam cone bukan makan es krim namanya -_- Seperti biasa, sebelum disentuh, JPRET!

Lalu kami berbincang dan berbincang untuk waktu yang lama. Tentang berapa lama sudah ngeblog, tentang drama korea, tentang film korea, tentang artis korea, tentang saya yang sama sekali tak mengerti dengan mereka yang nonton berpuluh-puluh episode drama korea, lalu beralih ke film horor, tentang film Indonesia, tentang film horor Indonesia dan segala tema lainnya yang bikin lupa waktu. Pada akhirnya kami sadar ini sudah terlalu lama dan waktunya untuk pulang.

Oh ya, saya belum bercerita kalau kami bertemu dengan artis selama di Grand Indonesia lho! Saya shalat ashar berjamaah dengan Arie Untung (dan ternyata doi gede lho) yang sepertinya tak dipercaya Ani dan Winda. Lalu sewaktu di bawah, kami bertemu Fedi Nuril a.k.a. Aa’ Fachri. Wii. Melihat doi secara asli, ternyata emang beneran tampan. Tinggi pula. Samar-samar saya melihat tangan Ani bergetar saat melihat Fedi Nuril. Winda sendiri senyum-senyum malu

 

DSCF6649
Foto ini kekurangan orang gantengnya

Terima kasih Winda dan Ani! Kopdar itu sangat menyenangkan dan lebih menyenangkan lagi bisa mengenal kalian lebih jauh. Winda sukses kerjanya ya. Pas nyanyi. jangan lupa ambil nafas setelah beberapa baris lirik. Ani juga lancar kerja plus kuliahnya. Karena sama-sama sedang mengerjakan skrips*, paham betullah bagaimana berdarah-darahnya untuk mengakhiri masa kuliah ini. Jangan lupa juga refreshing. Thor: Ragnarok udah deket lho


Dan cerita ini menjadi sangat-sangat-sangat panjang. Oh. Maaf semua.

77 thoughts on “Kopdar Bersama Winda Bungahahihuheho dan Halipiani

      1. Kalau aku ajak sekarang sama aja ngasih janji kosong qureee. Nggak baik begitu. Bukankah kepastian lebih layak diberi untuk setiap perempuan?

        Like

      2. Sebelumnya ada yg bilang fadel perempuan kah?
        Berarti aku yg pertama menyadari bahwa fadel adlh seorang laki-laki..
        *ku terharu 😅

        Like

    1. Aku mulai menebak-nebak mau dibawa ke mana pembicaraan ini -_-

      Belum pernah mbak kunu. Sudah pernah merencanakan sampai 2 kali buat ketemuan sama bloger laki-laki. Keduanya kandas. Insyaallah dalam waktu dekat akan kopdaran bareng bloger laki. Moga jadi!

      Liked by 1 person

  1. Oh aku banyak ketawa, dan terharu terlebih ketika kau membahas tas ransel itu wkwkkw.
    Mastah emang luar biasa, fadel panutan.

    bersyukur ga di ceritain kelakuan di dalam museum wayang nya aku ngapain aja ya great.

    Terus komen konten youtube disini, tapi di youtube nya engga, cukup tau!, thanks loh.

    Terimakasih atas pertemuan dan sudut pandang penilaian nya ku suka

    Liked by 1 person

    1. Apa yang diharukan karena membahas ransel itu wkwk 😂😂😂

      Aku bahkan nggak nyebutin kata youtube di sini lho win -_- Tapi ya boleh juga kalau channelnya keangkat gara orang yang baca ini jadi kepo 😂

      Like

    1. Wah… pengennya…
      Jakarta saja Kota Tua nya sudah antik begitu, entah bagaimana Kota Tua milik Kairo. Salah satu tempat dengan kebudayaan tertua (y)

      Deket sama tempat tinggal kah Mas Naufal?

      Like

      1. Bukan, bukan itu maksudnya 😂😂
        Iya, mungkin tinggi. Tapi juga besar sekali wkwk. Tinggi-besar. Tak ada maksud menyindir atau mengatakan tak sopan 😂

        Pandai betul Bang Ical membuat diri ini merasa bersalah 😂😂

        Like

      2. Sorry 😅😅😅

        Ckckck, saya kayak apa kalau kopdar sama kamu besok Del, saya setinggi ketekmu itu uda syukur. Nanti kalau setinggi ulu hati bagaimana, atau setinggi puser 😅

        Liked by 1 person

      3. Tinggi bang. Tapi kalau mau batalin jangan karena itu. Mungkin lebih karena udara di sana yang agak panas dan bareng doi bisa bikin hati makin panas 🔥

        Like

    1. Iya… Maap deh… Lain kali aku harus langsung tau kalau teh hijau itu sama kayak teh pait -_-

      Hmm.. Nantangin nih 😏
      Pipinya sekalian za. Kasih “jangan dicubit” atau “jangan diunyel-unyel” 😏😏

      Liked by 1 person

  2. sama gue kapan del?? ahaha

    ya kan bener kan, museum wayang spooky-spooky gimana gitu ya
    ish, gue kalo ketemu si fedi juga pasti bakalan sama kayak Ani n Winda, gemeteran sambil senyum iiihhhh

    Liked by 1 person

    1. Wkwk… Sebisanya saja

      Awalnya ceria2, banyak ngobrol, tanya ini-itu mau ngapain aja. Eh pas masuk museumnya, ngelakuin apa aja berasa salah 😂 aneh aja rasanya

      Mungkin memang begitulah respon seharusnya ketika bertemu Fedi Nuril 😂😂

      Like

  3. Yhaaa quw iri karena banyaak bgt tempatnya dan kebetulan event gede yg dr dulu que pengeeen .

    mba Winda dan Ani dari fotonya keliatan bgt sesuai deskripsimu ya vang 😁

    Liked by 1 person

    1. Apa quw dan que artinya sama? 😂
      Kalau event yang dimaksud adalah ASEAN Literary Fest, mungkin event yang berbeda kak. Barangkali ini versi kecilnya karena memang pas datang pagi kemarin nggak begitu ramai dan agendanya juga sedikit

      Wah, padahal hampir nggak dideskripsikan fisiknya. Tapi ya kayaknya emang keliatan mana yang suka gerak2 dan mana yang kalem wkwk

      Like

  4. Hahak selalu ngakak baca kisahnya Bang Fadel. Btw, di foto pertama, itu dua sosok di belakang kok gak diperkenalkan. Mereka blogger mana? ヽ(´▽`)/

    Liked by 1 person

    1. Aah.. Itu dia. Mereka berdua diem terus. Mau ajak ngobrol jadi segan 😞

      Wkwk.. Bahkan nggak tau kak mereka berdua itu wayang apa. Sangat asing dengan dunia perwayangan hmm

      Liked by 1 person

      1. Menjaga lisan berarti 😌

        Khi khi… saya juga asing dengan dunia begitu. Tapi nge-fans sama si cepot da 😊

        Like

Leave a comment