Zahira dan Anak Perempuan Kami

Zahira terbasahi peluh saat kutemui. Jelas ia merasa kelelahan. Wajahnya pucat, namun tersirat rasa lega dari wajahnya itu. Mungkin lebih tepat dikatakan bahagia daripada sekedar lega.

     Perlahan aku mendekati istriku, yang beberapa detik tadi baru saja secara resmi menjadi ibu. Ada perasaan girang membuncah seiring aku mendekatinya. Ketika akhirnya ia melihatku, ia tersenyum dengan wajah basahnya, aku pun membalas senyumannya.

         Sementara itu suster sibuk gerak berpindah-pindah ke sana ke mari di sekitar ranjang tempat Zahira berbaring. Mereka tangkas sekali dan profesionalisme telah mengajarkan mereka agar membiarkan pasangan suami-istri merayakan kebahagiaan atas kelahiran anak. Aku memanfaatkan momen itu dengan menggenggam tangan Zahira sambil menyungging senyum bangga

“Ternyata melahirkan itu sakit ya haha. Kalau kamu yang ngerasain mungkin udah teriak-teriak,” celoteh Zahira hangat. Bahkan ketika sehabis melahirkan pun ia masih bisa mengejekku. Aku pun mencium keningnya dan sebisa mungkin memeluknya

“Selamat, kamu baru saja menjadi seorang ibu.”

“Selamat juga padamu. Sekarang kamu sudah menjadi ayah selama 10 menit, dan semoga bisa terus menjadi ayah yang baik untuk selamanya…”, kata-kata Zahira dalam merasuk batinku. Itulah doa seorang istri sekaligus ibu yang sampai mati akan kuusahakan terwujud.

            Seorang suster datang mendatangi kami. Di pelukannya terbekap sesosok kecil yang hangat meringkuk dalam balutan selimut. Itu pasti anak Zahira, hmm maksudku anakku. Sesekali masih ada tangisan kecil dari mulutnya yang kecil. Pelan-pelan suster tadi mengoper bayi kami ke pelukan Zahira. Mungkin seharusnya suster itu memberikannya padaku, tetapi barangkali dia dapat melihat kalau ini anak pertama kami, dan ia tidak ingin mengambil resiko dengan memberikan bayi yang baru lahir ke tangan ayah berumur 10 menit. Di pelukan Zahira bayi itu kembali tenang. Kembali ke fitrahnya sepertinya mendamaikan hatinya. Suster memberikan selamat lagi kepada kami sekaligus menambahkan kalau anaknya lahir normal dengan berat badan normal pula

“Hei, coba lihat matanya. Sipit sekali. Sama seperti ayahnya,” komentarku, berharap ada balasan dari sang ibu

“Haha, semua bayi yang baru lahir matanya seperti ini kok. Memang terlihat sipit dan kecil. Cuma kalau di kasus kamu mata sipitnya permanen. Nggak bisa hilang. Haha,” balas Zahira. Persis dengan apa yang kuharapkan dari seorang Zahira. Celoteh penuh candanya.

“Lagipula ia perempuan, kalau cantik pasti karena ibunya,” tambahnya lagi.

        Allah menitipkan perempuan ke kami ternyata. Karena terlalu bahagia aku sama sekali tidak peduli dengan jenis kelamin anakku. Hmm… perempuan ya. Perempuan.

     Tugasku sebagai ayah selamanya untuk perempuan kecilku akan berat. Demi menjadikannya perhiasan sebaik-baiknya perhiasan, aku pun harus menjadi sebaik-baik penempa

 “Ajarkan aku cara menggendongnya. Aku ingin mengazankannya sekarang.”

       Zahira kemudian perlahan menyerahkannya padaku. Sinar matanya jelas-jelas berkata, “Ya Allah… Hati-hati.” Aku menangkap makna itu dan kucoba seyakin mungkin menggendong si perempuan kecil ini. Rasanya rapuh sekali ternyata. Lalu lantunan azan terbaik kucoba lantunkan ke telinganya. Ia menggeliat

             Si perempuan kecil kuperhatikan baik-baik untuk kuhafal dari kuku kakinya hingga rambut tipisnya. Perempuan kecil kami kemudian diberi nama Adiba. Nama yang sangat bagus. Zahira yang mengusulkannya. Sebenarnya aku menyiapkan nama-nama seperti Muhammad, Fuad, Ali, Dzaky, Emyr, hingga Lukman. Tetapi akan aneh bila perempuan kecil kami dipanggil dengan nama laki-laki. Memang sebelumnya Zahiralah yang memikirkan nama perempuan dan aku nama laki-lakinya

            Barakallahu fiik. Engkau Maha Tahu Ya Allah. Aku hanya tak dapat berkata banyak saat ini. Aku hanya berharap agar perempuan kecil kami senantiasa berada dalam lindungan-Mu selama Engkau titipkan pada kami. Aamiin

28 thoughts on “Zahira dan Anak Perempuan Kami

      1. 😅😅
        Oiya del itu nama anaknya zahira apa adiba.. ?
        Soalnya di part sebelumnya judulnya ayah zahira.
        Aku jdi kaget pas baca part yg ini, kok tiba” udh lahiran aja..
        Perasaan baru kmren proses bertamu..
        Nikahnya kpn? ga ngundang” nih 😂 *abaikan abaikan* 😁

        Like

      2. Oh ya ya. Mungkin karena bersambung jadi agak rancu…

        Jadi di antara vol 1 dan 2, tokoh aku dan zahira menikah. Vol 1 ceritanya mau lamaran dan akhirnya diterima. Mereka akhirnya dijodohkan dan hidup sebagai suami-istri muda yang bahagia, seakan dunia isinya cuma si aku dan zahira. Vol 2 ceritanya zahira melahirkan anak perempuan. Nah nama anaknya ini adiba hoho

        Kok aku semangat ya ceritainnya 😅

        Liked by 1 person

      3. Ooooh gituuu toohh.. Baru mudeng hehe 😅😅 *aku yg salah konek ternyataa hehe..

        Ciee jgn” based on true story yaa del? Wkwkk

        Like

  1. Lho lho proses taarufnya gimana ini aku penasaran kok ujung-ujungnya udah punya anak aja 😂😂😂
    Duh kayanya episode selanjutnya si adiba udah bisa naik sepeda nih 😂

    Like

    1. Predictable sekali ya 😂😂😂
      Belum pernah ngerasain taaruf soalnya za. Terlebih ngarangnya susah wkwk. Nggak ketemu pengalaman seorang laki yg sedang taarufin bakal calonnya

      Ntar deh kalau udah taaruf beneran. Bikin ceritanya nggak pakai tokoh si aku lagi, tetapi sudah aku *halah*

      Liked by 1 person

      1. Wkwkwk taaruf ya kaya gitu kak, kaya di film ayat-ayat cinta, indah banget 😂
        Duh duh, sepertinya ada yang sudah tidak sabar untuk taarufan nih 😂

        Like

  2. banyak banget kalimat kalimat rohani, kayak sajak puji2an aja kalo dialognya dipotong sana sini nih, hahahaha, sorry ngomen I just cant make it, kinda hard emang bikin cerita2an

    Liked by 1 person

Leave a reply to azizatoen Cancel reply